Senin, 17 November 2014

MANUSKRIP AMSTERDAM

MANUSKRIP AMSTERDAM - Hallo sahabat Pidi Baiq Blog, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul MANUSKRIP AMSTERDAM, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : MANUSKRIP AMSTERDAM
link : MANUSKRIP AMSTERDAM

Baca juga


MANUSKRIP AMSTERDAM



MANUSKRIP AMSTERDAM


1
Itu adalah sebuah Coffee Shop bernama “De Dampkring”, di mana sejumlah kecil ganja dijual. Terletak di sudut jalan Haarlemmerstraat, Amsterdam, tidak jauh dari Central Station,

Setelah bersepeda sendirian, Basile duduk di sana, di ruangan yang didominasi oleh cahaya warna merah dengan kualitas tingkat rendah.

Suasana saat itu cukup tenang bersama alunan musik dengan volumenya yang tepat.

Langit abu-abu dan rendah tetapi belum hujan. Cuaca memang sedang benar-benar buruk, bahkan di seluruh Eropa.

Itu bulan Mei 2001 dan itu dingin!

2
Pada waktu cerita ini dibuat, Basile sedang merampungkan gelar master Filsafat di Universitas Amsterdam, dan magang di majalah Het Parool untuk Jurnalisme Budaya.

Basile mengenal dirinya sebagai seorang Indonesia yang pergi ke Amsterdam sejak setahun yang lalu. “Ah, sudahlah. Bukan siapa aku, tetapi apa yang aku lakukan”

Basile adalah yang berfikir tentang manusia, yang tinggal di tempat berbeda di seluruh dunia, untuk mencari kehidupan lebih baik. Dan merenungkan tempat lain yang lebih memungkinkan untuk meraih masa depannya.

Hari itu, Amsterdam bukan hari yang baik untuk pergi, tapi Basile pergi untuk bertemu dengan Sarah. Seorang gadis dari kota Israel yang sudah ada di Amsterdam pada waktu yang sama dengan Basile, juga kuliah di kampus yang sama dengan Basile, tetapi berbeda jurusan.

Kemarin, di kampus, mereka hanya punya waktu sepuluh menit untuk bertemu.
"Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi?", Tanya Basile
"Bisa bertemu di “De Dampkring”, jawab Sarah, sambil berkemas untuk pergi.
“De Dampkring?” Tanya Basile, berusaha yakin dia tahu tempat itu. “Oh. Oke”
"Besok, pukul 22:00", kata Sarah
"Tapi aku tidak punya nomor teleponmu" kata Basile.
"Aku curiga kamu sudah mendapatkannya dari Isaac”
“Ha ha ha belum”
“Dan mencatatnya dalam buku yaa. Diam-diam"
“Ha ha ha. Aku serius. Aku belum punya"
"Oke sampai jumpa di De Dampkring"
"Ah! Ya sudah"
"Bye! Syalom Alaihim! (Alechem)"
"Bye!"

3.
Hari itu, mereka benar-benar bertemu. Percakapan membaur di udara, di atas makanan.

Mereka diskusi, sebagai satu dialektika tentang perbedaan yang tidak dilarang oleh perasaan dan kebijaksanaan.

Itu menyenangkan bahwa mereka terlihat santai dan tidak memiliki sepenuhnya naluri kesukuan. Bertindak tidak seperti orang lain yang memiliki pemikiran sempit.
“Aku sudah terlatih sejak bayi untuk menjadi Yahudi”, kata Sarah ketawa. Lalu ia hirup lagi kopinya.
“Dan berkembang menjadi cantik untuk duduk denganku sekarang”, kata Basile
“Kau yakin gak salah lihat?”. Sarah tersenyum.
"Aku senang bersamamu dan itu yang penting."
"Ha ha ha"
"Hari ini, Aku hanya ingin tinggal jauh dari orang-orang"
"Kenapa?", tanya Sarah
"Aku sedang tidak ingin membaca atau berpikir. Tidak ada yang bisa aku lakukan selain bertemu denganmu"

Sarah tersenyum bersama hujan yang turun secara dramatis hari itu. Awan gelap berguling di atas kanal, meninggalkan segala sesuatu yang diwarnai oleh kegelapan.



BERSAMBUNG YA :)







Demikianlah Artikel MANUSKRIP AMSTERDAM

Sekianlah artikel MANUSKRIP AMSTERDAM kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel MANUSKRIP AMSTERDAM dengan alamat link http://pidibaiqblog.blogspot.com/2014/11/manuskrip-amsterdam.html
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : MANUSKRIP AMSTERDAM

0 komentar:

Posting Komentar